Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP) Sjarief Widjaja (foto: dok/KKP).

INDONESIADAILY.ID – Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP) Sjarief Widjaja mengatakan penggunaan sistem RAS (Recirculating Aquaculture System) dan budi daya mangrove sangat bermanfaat dalam meningkatkan produktivitas budi daya perikanan di berbagai daerah.

Dalam keterangannya, Jumat (04/6/21), Sjarief Widjaja mengatakan bahwa sistem RAS dan budi daya mangrove berpengaruh besar antara lain terhadap kualitas air bagi pertumbuhan dan kesehatan ikan yang dibudidayakan di dalamnya.

“Seringkali, penyebab kematian ikan di kolam budi daya disebabkan oleh kualitas airnya yang lebih rentan tercemar oleh sisa pakan dan kotoran ikan sendiri,” kata Sjarief.

Ia mengungkapkan aliran air sungai, danau, atau laut, yang mengalir dengan sendirinya akan membersihkan bakteri dan kotoran tempat hidup ikan, berbeda dengan kolam yang cenderung mengendapkan kotoran dan bakteri.

Menurut dia, masalah tersebut dapat diatasi menggunakan sistem RAS yang mengalirkan air kolam budi daya ke filter untuk dibersihkan dari kotoran dan bakteri, kemudian dialirkan kembali dalam kolam.

“Melalui sistem RAS, kesehatan ikan dapat terjaga, sehingga berujung pada meningkatnya produktivitas usaha bagi pembudidaya ikan,” katanya.

Sedangkan mangrove, kata dia, memiliki kemampuan untuk menyerap kadar karbon di udara sampai dengan empat kali lipat dibandingkan dengan tumbuhan lainnya.

Dengan demikian, lanjutnya, maka lumpur-lumpur yang mengandung toksin dari limbah perkotaan akan diserap oleh akar-akar mangrove sehingga tidak mencemari perairan dan daratan di sekitarnya.

“Kawasan mangrove yang dikelola dengan baik dapat menjadi daerah wisata yang menguntungkan bagi masyarakat setempat. Pada saatnya nanti, kawasan mangrove ini akan ditebar dengan kepiting, penyu, unggas dan biota lainnya yang melengkapi kawasan ekosistem mangrove ini sebagai tempat masyarakat dalam menikmati keindahan alam dan satwa di dalamnya,” ucap Sjarief.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2019, total luas mangrove Indonesia mencapai 3.311.207,45 hektare, dengan kondisi baik seluas 2.673.583,14 hektare (80,74 persen) dan luas yang rusak seluas 637.624,31 juta hektare (19,26 persen).

Kondisi ekosistem mangrove yang kritis berada di dalam kawasan hutan seluas 460 ribu hektare (72,18 persen) dan 177 ribu hektare berada di luar kawasan hutan (27,82 persen). Hutan mangrove di luar kawasan hutan inilah yang saat ini menjadi fokus KKP untuk melakukan rehabilitasi. (ud/ed).

LEAVE A REPLY