INDONESIADAILY.ID – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) masih menunggu penyerahan dokumentasi hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat (PD) di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara untuk menengahi kisruh internal Demokrat, antara kubu Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan kubu Ketua Umum Moeldoko.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Riset Indonesia Presidential Studies (IPS), Arman Salam mengatakan, jika mengacu pada ketentuan dan peraturan yang dimiliki internal PD, maka posisi kepengurusan Moeldoko dianggap lemah.
“Jika pemerintah (Kemenkumham) menerima dan mengesahkan KLB Deli Serdang Partai Demokrat, maka dapat dipastikan pemerintah gagal paham dengan makna nilai demokrasi, bahkan sangat terlihat kepentingan dan pragmatisnya pemerintahan yang ada,” ujar Arman Salam saat dihubungi, Senin (15/3/2021).
Arman khawatir, jika nantinya pemerintah nekat meloloskan kepengurusan Moeldoko sebagai pengurus yang sah, maka hal ini akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi. Terlebih, saat ini kapasitas Moeldoko sebagai KSP juga akan mempengaruhi persepsi publik bahwa pemerintah harus menempatkan diri sebagai intitusi negara yang independen.
“Bisa dibayangkan jika partai saja bisa di obok obok bagaimana dengan hak warga negara biasa. Dengan dalih dan metode apapun saya kira, KLB tersebut lemah dari aspek syarat keabsahan kalau mengacu pada AD/ART yang sah dan yang berlaku,” tandasnya.
Lebih lanjut Arman mengatakan, saat ini semua pihak harus memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menengahi kisruh internal PD. Namun di sisi lain, pemerintah juga diharapkan bisa lebih hati-hati dan tetap berpegang pada asas profesionalitas dan aturan atau hukum yang berlaku.
“Sudah cukup kasus (sejarah kisruh) (yang dialami) PKB, PPP, Golkar, Berkarya dan lain sebagainya. Itu cukup memberikan dampak buruk pada sistem demokrasi tatanan nilai dan anjloknya indeks demokrasi di negara kita,” pungkasnya. (ud/ed).